Selamat siang rekan-rekan semua, aku harapkan semua dalam kondisi yang
segar bugar sehat wal’afiat, walaupun dalam kondisi berpuasa bagi yang
menjalankannya. Okey.. aku sambung tulisan tentang kisah cintaku yang
cukup lama terdiam dalam kebisuan dan tenggelam dalam pelukan sang dewa
malas. Pada awal aku berada di dunia pariwisata, emang agak canggung
juga, soalnya aku yang asal ndeso dan katro tiba-tiba harus berhadapan
dengan situasi yang serba baru dan mengasyikan. Bagaimana aku yang belum
kenal diskotik, bar, coffee, suite room, kamar hotel yang mewah dengan
seabrek peralatan dan perlengkapan yang nurut aku serba wah, kala itu..
(Bener-bener NDESO yah…). Aku kost disalah satu rumah penduduk yang ada
disekitar tempat kerjaku, dan pas karena nasib mujur atau emang pas
kebetulan aja, Bapak and Ibu kost orangnya baik dan punya anak perempuan
yang cakep punya. Anaknya putih, tingginya
sedang, wajah imut, pokoknya cakep deh untuk ukurannku dan selidik punya
selidik, ternyata dia (Aku menyebutnya RINI) adalah kembang desa di
daerah tersebut. yach… rezeki nih, siapa tahu aku bisa memikat hatinya.
Hari demi hari berjalan, dan seiring itu pula aku dan Rini sering jalan
bareng, diskusi dan ngobrol bareng, makan bareng, buka dan sahur bareng,
tidur bareng tapi dalam lain kamar tentunya (bulan puasa nggak boleh
ngeres lho). Benar mungkin kata pepatah Jawa, tresno jalaran soko kulino,
saking seringnya aku dan Rini jalan bareng, tumbuh rasa sayang dan
cinta yang subur dalam hatiku. Ibarat syair lagu, seandainya kau jadi
bunga, aku jadi tangkainya. Seandainya kau jadi ….. pokoknya sayang dan
cinta yang mendalam antar kita berdua. Serasa dunia menjadi milik
berdua.
Perjalanan cinta kami makin menghebohkan takala, orangtuaku berkunjung
untuk bersilaturahim dengan keluarga Rini. Ada isyu santer yang
berkembang bahwa aku melamar Rini, apalagi setelah itu aku jalan bareng
dengan Rini untuk beli cincin dan kalung, wow…….masyarakat makin heboh
aja. Kapan nih undangan nikahnya. Cerita makin berlanjut ketika ada
kunjungan balik dari keluarga Rini ke keluargaku. Alhasil setelah saling
kunjung tersebut, ada semacam kepercayaan yang penuh 1000% kepadaku
dari pihak orangtua Rini. Kami sering ditinggal berdua thok di rumah,
bahkan tak jarang kami ngobrol berdua di kamarku sambil dengerin musik,
tapi sebisa yang aku mampu, aku senantiasa berusaha untuk menahan godaan
yang diinginkan……. Kalo toh harus berduaan di kamar, aku berusaha untuk
selalu membuka pintu, walaupun toh sebenarnya kami cuman berdua.
Kedekatan ini menimbulkan rasa iri dari para jejaka daerah tersebut yang
emang dari awal sudah naksir berat ama Rini, apalagi aku khan
pendatang. Apa yang aku lakukan, santai aja man….., justru dalam kondisi
ini aku mencoba dekati mereka dengan kegiatan yang bermanfaat. Aku coba
kumpulkan anak-anak muda selanjutnya aku bentuk Kepengurusan Ta’mir
Masjid di daerah itu. Anak-anak yang seneng pada nongkrong, aku jadikan
pengurus dan aku mencoba untuk membimbing mereka dengan menjadi Ketua
Ta’mir.
Alhamdulillah, lambat laun kegitan ini bisa berjalan dengan
lancar dan masjid bisa dipenuhi oleh jamaah. Banyk kegiatan yang
mendapat dukungan penuh dari tokoh masyarakat setempat, sehingga aku
tidak begitu kesulitan untuk menjalankan Kepengurusan ta’mir. kondisi
ini makin menguatkan akan eksistensiku di daerah ini, dan tentunya
peluang untuk mendapatkan Rini, gadis kembang desa yang jadi rebutan
makin terbuka mulus. tapi ibarat gading gajah, tak ada gading yang tak
retak. Pasti dalam melangkah akan ada cobaan dan aral yang melintang,
entah itu banyak ataupun sedikit. Allah menguji rasa cintaku pada Rini.
Tiba-tiba ibuku masuk rumah sakit dan harus opname selama beberapa hari,
dan dalam kesempatan ini Ibu menasehati agar aku menjauh dari Rini.
Yach….ada dilema yang bertarung dalam dadaku, antara menjadi anak yang
nurut sama ortu, ama menuruti kata hati dan cinta yang membara. Belum
juga aku temukan keputusan akhir, ada masalah baru yang datang di tempat
kostku. Aku bermasalah dengan pemuda desa sebelah dan harus berakhir
dengan bogem mentah di mukaku. Ada apa dengan cinta……, memang cinta
butuh pengorbanan dalam meraihnya, namun hidup juga butuh ketenangan dan
kedamaian. Buat apa cinta kalau hidup penuh dengan ancaman dan
permusuhan. Oh cintaku, kenapa harus berhadapan dengan dendam dan
pengkhianatan ?
Apakah cintaku berkahir? Setelah aku timbang dan mencari pertimbangan
dari banyak pihak, saudara, keluarga, temen, guru, akhirnya aku putuskan
dengan berat hati untuk meninggalkan daerah ini yang berarti harus
berpisah dan mengucapkan kata putus dengan Rini. Patah hati…, mungkin.
tapi sebagai seorang laki-laki aku tidak mau terus terpuruk dalam
kesedihan. hidup harus dihadapi dengan jiwa besar dan tentunya berserah
diri sepenuhnya pada Allah, Sang Maha Pencipta. Pengalaman adalah guru
dan modal terbaik dalam mengarungi hidup dan kehidupan ini.
Bersambung…….
Home » catatan harian »
Kisah hidup »
kisah pribadi »
Perjalanan Cinta
» Kisah Perjalanan Cintaku (Bag. Kedua)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 Response to "Kisah Perjalanan Cintaku (Bag. Kedua)"
Posting Komentar