Kisah Perjalanan Cintaku (Bag. Kedua)

Selamat siang rekan-rekan semua, aku harapkan semua dalam kondisi yang segar bugar sehat wal’afiat, walaupun dalam kondisi berpuasa bagi yang menjalankannya. Okey.. aku sambung tulisan tentang kisah cintaku yang cukup lama terdiam dalam kebisuan dan tenggelam dalam pelukan sang dewa malas. Pada awal aku berada di dunia pariwisata, emang agak canggung juga, soalnya aku yang asal ndeso dan katro tiba-tiba harus berhadapan dengan situasi yang serba baru dan mengasyikan. Bagaimana aku yang belum kenal diskotik, bar, coffee, suite room, kamar hotel yang mewah dengan seabrek peralatan dan perlengkapan yang nurut aku serba wah, kala itu.. (Bener-bener NDESO yah…). Aku kost disalah satu rumah penduduk yang ada disekitar tempat kerjaku, dan pas karena nasib mujur atau emang pas kebetulan aja, Bapak and Ibu kost orangnya baik dan punya anak perempuan yang cakep punya. Anaknya putih, tingginya sedang, wajah imut, pokoknya cakep deh untuk ukurannku dan selidik punya selidik, ternyata dia (Aku menyebutnya RINI) adalah kembang desa di daerah tersebut. yach… rezeki nih, siapa tahu aku bisa memikat hatinya. Hari demi hari berjalan, dan seiring itu pula aku dan Rini sering jalan bareng, diskusi dan ngobrol bareng, makan bareng, buka dan sahur bareng, tidur bareng tapi dalam lain kamar tentunya (bulan puasa nggak boleh ngeres lho). Benar mungkin kata pepatah Jawa, tresno jalaran soko kulino, saking seringnya aku dan Rini jalan bareng, tumbuh rasa sayang dan cinta yang subur dalam hatiku. Ibarat syair lagu, seandainya kau jadi bunga, aku jadi tangkainya. Seandainya kau jadi ….. pokoknya sayang dan cinta yang mendalam antar kita berdua. Serasa dunia menjadi milik berdua.

Perjalanan cinta kami makin menghebohkan takala, orangtuaku berkunjung untuk bersilaturahim dengan keluarga Rini. Ada isyu santer yang berkembang bahwa aku melamar Rini, apalagi setelah itu aku jalan bareng dengan Rini untuk beli cincin dan kalung, wow…….masyarakat makin heboh aja. Kapan nih undangan nikahnya. Cerita makin berlanjut ketika ada kunjungan balik dari keluarga Rini ke keluargaku. Alhasil setelah saling kunjung tersebut, ada semacam kepercayaan yang penuh 1000% kepadaku dari pihak orangtua Rini. Kami sering ditinggal berdua thok di rumah, bahkan tak jarang kami ngobrol berdua di kamarku sambil dengerin musik, tapi sebisa yang aku mampu, aku senantiasa berusaha untuk menahan godaan yang diinginkan……. Kalo toh harus berduaan di kamar, aku berusaha untuk selalu membuka pintu, walaupun toh sebenarnya kami cuman berdua. Kedekatan ini menimbulkan rasa iri dari para jejaka daerah tersebut yang emang dari awal sudah naksir berat ama Rini, apalagi aku khan pendatang. Apa yang aku lakukan, santai aja man….., justru dalam kondisi ini aku mencoba dekati mereka dengan kegiatan yang bermanfaat. Aku coba kumpulkan anak-anak muda selanjutnya aku bentuk Kepengurusan Ta’mir Masjid di daerah itu. Anak-anak yang seneng pada nongkrong, aku jadikan pengurus dan aku mencoba untuk membimbing mereka dengan menjadi Ketua Ta’mir.

Alhamdulillah, lambat laun kegitan ini bisa berjalan dengan lancar dan masjid bisa dipenuhi oleh jamaah. Banyk kegiatan yang mendapat dukungan penuh dari tokoh masyarakat setempat, sehingga aku tidak begitu kesulitan untuk menjalankan Kepengurusan ta’mir. kondisi ini makin menguatkan akan eksistensiku di daerah ini, dan tentunya peluang untuk mendapatkan Rini, gadis kembang desa yang jadi rebutan makin terbuka mulus. tapi ibarat gading gajah, tak ada gading yang tak retak. Pasti dalam melangkah akan ada cobaan dan aral yang melintang, entah itu banyak ataupun sedikit. Allah menguji rasa cintaku pada Rini. Tiba-tiba ibuku masuk rumah sakit dan harus opname selama beberapa hari, dan dalam kesempatan ini Ibu menasehati agar aku menjauh dari Rini. Yach….ada dilema yang bertarung dalam dadaku, antara menjadi anak yang nurut sama ortu, ama menuruti kata hati dan cinta yang membara. Belum juga aku temukan keputusan akhir, ada masalah baru yang datang di tempat kostku. Aku bermasalah dengan pemuda desa sebelah dan harus berakhir dengan bogem mentah di mukaku. Ada apa dengan cinta……, memang cinta butuh pengorbanan dalam meraihnya, namun hidup juga butuh ketenangan dan kedamaian. Buat apa cinta kalau hidup penuh dengan ancaman dan permusuhan. Oh cintaku, kenapa harus berhadapan dengan dendam dan pengkhianatan ?

Apakah cintaku berkahir? Setelah aku timbang dan mencari pertimbangan dari banyak pihak, saudara, keluarga, temen, guru, akhirnya aku putuskan dengan berat hati untuk meninggalkan daerah ini yang berarti harus berpisah dan mengucapkan kata putus dengan Rini. Patah hati…, mungkin. tapi sebagai seorang laki-laki aku tidak mau terus terpuruk dalam kesedihan. hidup harus dihadapi dengan jiwa besar dan tentunya berserah diri sepenuhnya pada Allah, Sang Maha Pencipta. Pengalaman adalah guru dan modal terbaik dalam mengarungi hidup dan kehidupan ini. Bersambung…….

0 Response to "Kisah Perjalanan Cintaku (Bag. Kedua)"

Posting Komentar